Sabtu, 01 Maret 2025

Pentingnya Adab dalam Hidup Kita


ADAB ILMU


Adab katanya. Perlakukanlah orang sebagaimana kalian ingin diperlakukan. Kataku seperti itu. Pertama menjadi manusia, memanusiakan diri sendiri terlebih dulu sebelum orang lain. Adab terhadap diri sendiri adalah bentuk cinta paling nyata kepada penciptaNya. Bagaimana mungkin seseorang akan beradap kepada orang lain ketika dia tidak beradap kepada diri sendiri? Sesimpel jangan merugikan diri sendiri (apa lagi orang lain, jangan ya dek ya 👀) jadi apa sih adab kepada diri sendiri itu? Yang pasti menghargai, menghormati diri sendiri, sesuai ruang, waktu, dengan penuh menggunakan empati. Kita hidup harus punya motivasi (lagi-lagi kesini wkwk (/_;)/~~ ) sesimpel hiduplah sekarang sebagaimana kamu ingin hidup di masa depan. Mudah? Mungkin. Sulit? Tentu saja! Jadi bagaimana caranya? Begini, sepemahamanku yang dikit banget, menghargai waktu, memanfaatkan umur, tidak membuang bahkan menyiakan waktu, kurangi hal-hal yang tidak bermanfaat, belajar setiap hari, bertumbuh lebih banyak, pokoknya yang membuat diri berkembang deh. Nah kalau kita malakukan hal yang kebalikan berarti tidak beradap kepada diri sendiri? Silahkan boleh simpulkan sendiri xixi.

Lagi. Bahwa coba lebih lebar membuka mata. Amati sekitar, cari sudut pandang baru. Di hidup yang xuma sekali masa ia menyakiti diri sendiri? Di hidup yang hanya sekali masa iya tidak menebar manfaat barang sebiji sawi? Di hidup yang hanya sekali, masa iya harus terus begini-begini? Jadi cintai diri sendiri. Perlakukanlah dirimu selayak-layaknya. Sebaik-baiknya.

Nah selanjutnya adap terhadap hal-hal disekitar. Khususnya dengan orang-orang yang kita temui setiap hari. Keluarga, teman, rekan kerja, pasangan dan yang lainnya. Perlakukanlah orang sebagaimana kalian ingin diperlakukan. Aku teringat sebuah kisah dari seorang imam dan penderita kusta. Suatu ketika seorang ulama bernama Mansur yang sedang berpuasa berjalan menuju masjid. Tiba-tiba penderita kusta menawarinya untuk makan bersama. Dengan hati lapang ulama itu bersedia meski makanan yang dimakan berasal dari sisa makanan di tempat sampah. Singkat cerita sang penderita kusta bertanya 'kenapa anda mau makan bersama kami. Apakah anda tidak takut? Sebelumnya para imam tidak ingin bergabung' lalu kata ulama itu 'kebanyakan dari mereka mungkin sedang berpuasa' sang penderita kusta bertanya lagi pada ulama itu. 'Kenapa anda tidak berpuasa juga sebelum ramadhan? Bukankah anda orang yang religius? Apakah tidak takut dengan Allah?' Pertanyaan itu terus berlanjut hingga sang ulama menjawab 'tentu saja aku mencintai Allah, dan aku senang makan bersama kalian' setelah makan sang ulama melanjutkan pergi ke masjid. Dalam doanya dia berkata 'terimakasih ya Allah untuk kesempatan melayanimu, semoga Engkau menerima puasaku hari ini' mendengar doa itu beberapa ulama lain berkomentar, menganggap Mansur munafik karena melihat dia makan sebelumnha bersama penderita kusta. Mansur menjawab 'aku mungkin telah membatalkan puasaku, tapi aku tidak menyakiti hati seseorang. Katakanlah padaku apa yang akan lebih mudah Allah maafkan: membatalkan puasa karena cinta atau hati yang kita sakiti karena mementingkan diri sendiri?'

Itulah kira-kira. Apalagi dalam setiap aspek kita harusnya belajar setiap hari. Berguru dengan siapapun. Maka sangat penting untuk bersikap rendah hati, menjadi gelas kosong, kepada guru-guru kita. Patuh. Mana ada sih guru yang mau menyesatkan muridnya? Trust your mentor kan? Yang ada semua mentor, guru-guru kita ingin menjadikan kita manusia yang beradap, berdaya guna. Makanya kembali lagi kita harus tahu ruang dan empati. Semua orang bisa menjadi guru bagi kita. Masalahnya kita mau tidak merendahkan diri menjadi murid? Salah satu keberkahan ilmu adalah ridho dari seorang guru.

Lanjut~ di depan tadi disinggung masalah tujuan kan ya? Nah untuk menyelaraskannya itu kita harus mencari keterkaitan atau relevansi antara bayangan masa lalu, kejadian saat ini, dan gambaran masa depan.

Yang pertama, untuk bayangan masa lalu sendiri lebih kepada backgound kita sendiri. Berasal dari mana, punya bekal apa, kuasai bidangnya apa tidak. Hal-hal seperti itu.

Selanjutnya yang kedua adalah hal yang kita kerjakan saat ini. Seperti halnya, sekarang ini kamu sadar kamu ngapain? Sedang melakukan apa? Dan lagi-lagi tujuannya apa? Harusnya sih dengan bayangan masa lalu kita bisa mengira-ngira punya acuan harusnya aku kayak gini nggak sih? Lebih baik lagi dengan bekal yang yang didapat dari backgorund yang aku sebutkan sebelumnya harusnya nih sejalan. Kek sayang banget nggak sih sebanyak itu bekal kita saat belajar tapi pada eksekusinya malah tidak terpakai? Maksudku bukannya tidak terpakai tapi mungkin kurang relevan aja nggak sih?

Yang terakhir nih, gambaran masa depan. Orang bisa menyebutnya cita-cita. Siapa yang nggak punya cita-cita 👀🙏🏻 mereka hanya tidak berani jujur kepada diri sendiri. Semua orang pastinya punya. Lihat lagi kedepan, gambarkan di masa yang akan datang kita mau jadi diri seperti apa? Nah action nya itu saat ini nih, dengan bayangan masa lalu sebagai pengantaranya.

Maksdunya apa? Ketiganya harus relevan. Harus beneran fokus dengan apa yang dikerjakan. Kita bisa kok menjadi apapun yang kita inginkan. Asalkan itu tadi. Punya tujuan. Tetap relevan. Dan fokus!

Kenapa hal itu penting? Agar kita tidak mudah terbawa arus~ mengikuti perkembangan zaman juga penting, tapi tetap harus berpegang teguh dengan apa yang menjadi tujuan. Kita semua bisa kok, cuma mau atau tidak. Apakah cukup berani untuk mengambil semua itu? Lagi-lagi mengenal djri sendiri sangat penting. Lain kali mungkin akan aku tambahkan tentang self profiling pada tulisan ini. Atau bab yang lain.


Ikan lohan keselek selasih
Sekian terimakasih 🙏🏻🙏🏻

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ini Bukan Aku

 "Terlalu mudah kagumi terang. Coba, kalau berani kenali gelapnya" Itu adalah salah satu tulisan dalam buku Kamu Terlalu Banyak Be...